 |
cr: Rebloggy |
“Kamu
terlalu baik buat aku.”
“Akhirnya
kata itu keluar juga. Pasti kamu sudah lelah memendamnya beberapa saat ini, sebab itu kamu selalu
menghindariku.”
“Aku
tahu ini menyakitkan. Tapi percayalah, aku tak ingin membuat semua sakit. Kamu
tidak akan menginginkannya. Kalau ada yang paling tak ingin ku sakiti, itu
pasti kamu.”
“Heh….kalau
ada katamu, nyatanya memang ada. Aku terima semuanya menjadi seperti ini, tapi
kenapa?”
“Kamu
terlalu baik…sedangkan aku terlalu jahat”.
“Mengapa
menjadi baik adalah sebuah kesalahan?”
“Menjadi
baik bukanlah kesalahan. Kamu tidak salah, aku yang jahat kepadamu karena itu
lebih baik aku meninggalkanmu.”
“Dengar,
sebenarnya ku sudah muak mendengar kata-kata ‘kamu terlalu baik’. Andai memang
alasanmu itu benar, aku terlalu baik, kenapa tidak kau berusaha menjadi baik
juga sehingga kita menjadi seimbang? Kenapa malah memilih pergi?”
“Aku
belum bisa mengatakannya sekarang. Maaf. Kamu orang baik pasti kamu mau
memaafkanku…”
Kamu
berlalu bersama angin yang berhembus. Yang tampak dariku hanyalah punggung
kemejamu yang berwarna biru. Kamu seperti memudar seiring langkahmu menjauh.
Dadaku bergemuruh penuh sesak namun air mataku begitu angkuh untuk keluar. Atau
ku rasa justru hatiku sudah tak mampu lagi mengeluarkan air mata. Setelah semua
yang ku lalui, ku rasa seluruh cadangan air mataku sudah habis terkuras untuk
memadamkan gejolak yang membuncah di
dalam. Curahan angan yang membumbung megah kini runtuh. Bukan dengan perlahan,
namun sekaligus bagai gedung pencakar langit yang runtuh terkena gempa 9,6
skala richter. Anehnya air mataku habis.
Tidak ada siapa-siapa di sini. Hanya angin dan aku. Tidak pula ada kamu dan rasa rinduku kepadamu. Aku sendiri lagi. Tahukah kamu apa yang paling menyebalkan dari semua? Dulu aku sangat terbiasa sendiri hingga akhirnya kau datang membawa candu. Kau bilang bersama selalu lebih baik dari pada sendiri, bahwa berbagi hari-hari yang dilalui bersama orang lain akan membuat hidup lebih berwarna, bahwa dicintai akan membuatku utuh. Aku tak tahu bagian mana dari kalimatmu yang dapat ku percaya. Bukan warna yang ku dapat namun kelabu kelam yang kau tinggalkan. Bukan utuh namun runtuh.
Hanya ada aku dan segenap tanya tak terjawab yang menggelayut di benakku, menghimpit menyesakkan dadaku. Masih belum ku pahami mengapa kamu memilih meninggalkanku. Apakah sebegitu tak berharganya aku sehingga aku tak layak diperjuangkan? Hubungan adalah terikatnya dua orang manusia yang memperjuangkan aku dan kamu menjadi kita, bukan aku saja. Juga banyak orang berkata cinta itu menggebu-gebu, lalu apa yang selama ini menggantung dan membuatmu menunggu? Cinta tak seperti versi pujangga lama yang menyebutnya tak harus memiliki. Cinta harus memiliki, maka tak heran orang-orang mengejar dan mempertahankan cinta mereka. seperti halnya kamu yang lebih memilih mengejar dia dibandingkan mempertahankan cintaku.
(Menjelang malam larut, 22 Januari 2018)
Komentar
Posting Komentar